Selasa, 09 Agustus 2011

ATTAWAJUN


Manusia hidup dalam tiga dimensi waktu; masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Masa lalu adalah kenangan, masa sekarang adalah realita/kenyataan, dan masa yang akan datang adalah  harapan, impian atau cita-cita. Orang yang bijak/baik adalah orang yang pandai mengambil pelajaran/hikmah dari masa lalu untuk menentukan sikap hari ini dan merencanakan untuk masa depan, sehingga hari ini bisa lebih baik dari hari kemarin dan besok bisa lebih baik dari hari ini.
Hal ini pernah ditanyakan para sahabat kepada Rosulullah SAW, ”Ya Rosulallah, orang yang beruntung itu yang bagaimana?”  Rosul menjawab, ”Siapa saja yang kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin, itulah orang yang beruntung.” oleh karena itu  harus menjadi prinsip kita tiada hari tanpa peningkatan kualitas hidup.
Islam mengajarkan kepada kita tentang dua tujuan hidup, yaitu tujuan jangka pendek  dan tujuan jangka panjang.
  1. Tujuan jangka pendek
Tujuan ini sasarannya adalah dunia, di dunia inilah kita diperintahkan untuk memperbanyak amal ibadah kepada Allah SWT (Hablum minallah) dan menjalin hubungan baik kepada sesama manusia (hablum minan nas) sebagai bekal kita ke akherat. Sabda Rosul, ” Addunyya mazroaatu al-akhirat ( dunia itu ladangnya bagi akherat) , targetnya setiap pribadi muslim harus menjadi rahmatan lilalamiin (rahmat bagi lingkungannya), unsur penunjangnya adalah adalah ilmu, pengalaman, dan faktor nasib.
  1. Tujuan jangka panjang
Tujuan ini sasarannya adalah akhirat  bentuknya vertikal dan targetnya adalah mendapat ridho Allah SWT unsur penunjangnya adalah prestasi ibadah sebagaimana firman-Nya, ” liyabluakum ayyukum ahsanu amalan,” ( untuk membuktikan siapa yang paling baik/bagus amalnya di antara kalian). Setiap muslim mendambakan kelak di  akherat mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan.
Untuk dapat merealisasikan/mencapai dua tujuan itu modalnya adalah nilai-nilai keilmuan, sebagaimana sabda Rosulullah SAW, ” siapa saja yang ingin menghendaki kebahagian di dunia maka carilah ilmunya, dan siapa saja yang ingin menghendaki kebahagian di akherat maka carilah ilmunya, dan siapa saja yang ingin menghendaki keduanya (dunia-akherat) maka dengan ilmu”. (Al-Hadits).
Untuk dua tujuan ini Islam mengajarkan keseimbangan (At-tawazun)  ” Bekerjalah untuk kehidupan duniamu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya, dan beribandahlah engkau untuk akheratmu seakan-akan engkau akan mati esok hari.”
 (Al-Hadits).
Islam bukan agama orang yang pemalas, yang apabila selesai shalat terus duduk sambil berpangku tangan menunggu keajaiban sambil menghitung bintang. Tapi Islam juga bukan agama orang yang sombang yang setelah  merencanakan program sedemikian rupa kemudian seolah-olah tidak memerlukan Allah. Prinsipnya manusia hanya wajib berikhtiar/berusaha maksimal, keberhasilannya menjadi hak prerogatif (wewenang) Allah SWT.
Rosulullah SAW pernah ditanya oleh para sahabat, ”Wahai Rosul, si Fulan itu orangnya luar biasa hebat ibadahnya, ia selalu berada di masjid siang dan malam melakukan shalat, berpuasa, beri’tikap, dan berdo’a. Kemudian Rosul balik bertanya,  apakah orang itu punya anak- istri,  sahabat menjawab, ’ punya ya Rosul. Kata Rosul, orang itu tidak baik! Saya ini (kata Rosul) walaupun gemar beribadah tapi di samping itu sebagai seorang suami berusaha mencari nafkah, sampai Rosul mengatakan,” Tergolong tidak baik orang yang hanya mementingkan urusan ukhrowi tetapi melalaikan  urusan dunia, juga tidak benar orang yang hanya mementingkan kehidupan dunia tetapi melalaikan akherat, yang paling baik adalah seimbang (at-tawazun) antara keduanya (dunia-akherat) dan tidak berat sebelah.
Bukankah dalam doa populer (sapu jagat) yang sering kita baca terkandung dua tujuan hidup yaitu kebahagian di dunia dan akherat, ” Robbana aatina fiddunyya hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qina azabannar,” ( Wahai Tuhan kami berilah kami kebahagian di dunia dan kebahagian di akherat dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka).
Dalam aspek sosial Islam mengajarkan agar orang kaya harus membantu yang miskin sedangkan si miskin dianjurkan berusaha dan jangan hidupnya jadi beban orang lain. Orang boleh menjadi besar, dan kaya tetapi dia tidak boleh serakah (monopoli). Kalau kaya bantu pembangunan masjid, pondok pesantren, madrasah, bantu orang miskin, yatim piatu, dan kaum dhuafa. Kalau kamu miskin berusaha sekuat tenaga. jangan selalu mengandalkan orang lain. Oleh karena itu ayat-ayat Al-Quran yang menerangkan tentang ancaman orang kaya yang menimbun-nimbun hartanya tetapi pelit/kikir tidak mau berzakat, infak, dan bersodakah jariah, maka hartanya di akherat akan menjadi bara neraka yang akan membakarnya. Ayat ini harus sering dibaca oleh orang-orang yang kaya. Jangan yang miskin membaca ayat itu, sebab kalau yang miskin yang membaca ayat itu, ia akan menjadi pesimis dan pemalas, bisa jadi kerjanya hanya menakut-nakuti orang kaya dan ia tidak mau berusaha. Karena itu dalam hidup ini harus seimbang (At-tawazun) tapi jangan salah pasang.
Dalam hidup bermasyarakat sekarang ini, kita harus meningkatkan kepedulian sosial (baca:  kesalehan sosial) kita kepada sesama, terutama pada saudara terdekat kita yaitu tetangga. Konsep tetangga menurut Islam adalah 40 rumah ke depan, 40 rumah ke belakang, 40 rumah ke kiri dan 40 rumah ke kanan. Jangan sampai terjadi kita dan keluarga berperut kenyang (berlimpah harta) sementara tetangga kita ada yang kelaparan. Dalam kondisi krisis ekonomi seperti sekarang ini hendaklah kita harus betul-betul peduli, karena standar keimanan seseorang pun ditentukan pula bagaimana kita mampu berbuat baik dan peduli pada saudara kita (tetangga) sabda Rosulullah SAW, ” Tidaklah beriman diantara kalian  sehingga  ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Al-Hadits).
Marilah dengan sikap tawazun (balance) kita berusaha sekuat tenaga kita untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan kaherat agar kelak kedua tujuan itu dapat kita raih dengan keridhoan dari Allah SWT. Kita  asah terus kesolehan sosial kita agar tertaman sikap peduli terhadap  sesama, insya Allah. Wallahu ’alam bissoab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar