ILMU DAN WAHYU
HARUS SINERGIS
Allah SWT telah menciptakan makhluk-Nya yang beraneka ragam dengan kemahabesaran-Nya. Di antara makhluk itu ada yang bernama manusia, makhluk yang unik ini telah diangkat sebagai ” Khalifah fil ardh” (Qs. Al-Baqorah:30).
Allah telah memberikan manusia berbagai perangkat yang menunjang kelancaran tugasnya di dunia diantaranya yang utama adalah ilmu. Sehingga ia laik memerankan tugasnya sebagai khalifal di bumi ini. Dengan ilmu berbagai tujuan tercapai dan dengan ilmu kemakmuran bumi dapat diwujudkan.
Sejak 15 abad silam Allah telah mendeklarasikan ”wajib belajar” atas umat manusia pada umumnya dan umat Islam khususnya. Ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah adalah ”iqro” (bacalah) ini berarti setiap individu muslim harus membekali dirinya dengan ilmu. Membaca menjadi faktor utama untuk mendalami ilmu pengetahuan. ”Bacalah” baik membaca buku-buku (seperti yang sering kita lakukan) ataupun membaca ayat-ayat Allah yang ada di sekeliling kita serta membaca situasi dan kondisi. Ayat ini mengajarkan kepada kita untuk memberantas kebodohan.
Ilmu bagi seorang muslim harus sinergis dengan wahyu. Setiap disiplin ilmu yang kita pelajari harus senantiasa dihubungkan dengan pemberi ilmu yaitu Allah SWT. Oleh karena itu korelasi keduanya tidak dapat dipisahkan dan tidak ada dikotomi antara ilmu dengan wahyu, keduanya harus seiring sejalan.
Pemisahan antara ilmu dengan wahyu disebut ”sekuler”. Paham ini telah mendatangkan bencana besar bagi peradaban manusia. Ilmu yang dipisahkan dengan wahyu telah melahirkan ”ahli-ahli pengetahuan” yang brutal, buas, beringas dan bejad moralnya. Dari sebab dilepaskannya ilmu dari kontrol wahyu lahirlah manusia-manusia buas seperti: Lenin, Stalin, Mosolini,Hitler, Reagen, George Bush, Bill Clinton, George W. Bush dan lain-lain yang telah menciptakan rekor yang tiada tara dalam membuat kerusakan di bumi. Dengan dalih demokrasi Amerika membantai rakyat Irak, Libanon, dan Palestina dan negara Islam lainnya. Dengan dalih kemajuan ilmu pengetahuan negara-negara barat menganggap homoseksual sebagai hal biasa, melegalkan aborsi dan penyimpangan lainnya. Itulah hasil dari ilmu yang terpisah dengan wahyu Ilahi. Menjadikan otak manusaia sebagai sumber ilmu, sementara Allah dikesampingkan. Dewasa ini banyak kita saksikan ahli ilmu tapi seorang homoseks, ahli ilmu tapi pecandu alkohol dan narkotika, ahli ilmu tapi koruptor, dan banyak lagi. Tapi sebaliknya dari itu, ilmu yang dibarengi dengan wahyu, yang dikontrol dengan pesan-pesan Ilahi akan menyejukkan, membahagiakan ummat manusia, serta memakmurkan dunia.
Ilmu yang seiring dengan wahyu telah melahirkan: Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali Bin Abi Tholib, Kholid Bin Walid, Hasan Basri, Syafi’i, Maliki, Hambali, Hasan Al-Bana, Sayid Qutb, Al-Gozali dan sederet nama-nama besar yang terukir tinta emas dalam lembaran sejarah
Dunia masih ingat ketika Salahudin menghentikan perang Salib untuk sementara ketika Raja Inggris sedang sakit, lalu beliau mengirimkan seorang dokter kepada raja Inggris itu. Sebaliknya dunia tidak akan melupakan umat kristen yang membantai kaum muslimin di Bosnia dan Spanyol. Perbedaan ini timbul karena ilmu yang terpisah dengan wahyu kehilangan rohnya, ia hanya ibarat jasad tanpa roh. Komunikasi dengan sumber ilmu terputus sama sekali.
Kalau ilmu sekuler menghasilkan kebrutalan, kepongahan, kebuasan, serta kebiadaban. Maka tidak halnya dengan ilmu yang diayomi dengan wahyu. Ilmu yang bergandengan tangan dengan wahyu menghasilkan kasih sayang, mawaddah, rahmah, tawadhu, dan segala sifat mulia lainnya, bahkan Allah akan mengangkat ulul ilmi (ahli ilmu) beberapa derajat bersama-sama dengan orang-orang yang beriman. ” Allah Akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”.
Ini nilai yang sangat tinggi yang dicapai oleh ilmu, sehingga sampailah ilmu pada puncaknya dengan menjadikan penyandangnya yaitu para ulama sebagai satu-satunya hamba yang benar-benar takut kepada Allah. Firman Allah dalam surat Faatir ayat 28 yang artinya: ” Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah SWT di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama”.
Dalam hadits, Rosullullah SAW menganggap para Ulama itu adalah pewaris para Nabi, ” Al-ulamaau warosatul anbiya’i (Ulama itu adalah pewaris/penerus para nabi). (Al-Hadits)
”Bacalah dengan menyebut Robbmu yang menciptakan”, jangan membaca dengan nama sekurelisme, nasionalisme, kapitalisme, komunisme, atheisme, dan lain-lain. Bacalah dengan nama Robbmu jangan dengan nama syetan. Raihlah ilmu jangan kesampingkan wahyu. Ilmu dan wahyu harus sinergis, seiring sejalan. Insya Allah. Wallahu’alam bis soab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar