Rabu, 10 Agustus 2011

Ramadhan Meningkatkan ESQ

 

Ramadhan merupakan bulan yang pernuh berkah. Di dalamnya terdapat beribu hikmah yang dijanjikan Allah bagi mereka yang beriman.

 Tidak berlebihan bila Nabi pernah menggambarkan orang yag tahu hikmah Ramadhan akan mengharap Ramadhan berlangsung setahun penuh. Betapa tidak, segala ibadah yang dilaksanakan di bulan mulia ini dilipatgandakan dibandingkan jika dilakukan di luar Ramadhan. Puasa, zakat, infak, shodaqoh, sholat malam, tadarus Qur’an dan sederet ibadah lainnya, dengan ibadah puasa sebagai amalan utamanya, karena ia diwajibkan khusus pada bulan ramadhan.

Malam-malam kita akan bertaburan tasbih, tahmid, dan tahlil serta takbir yang menggema di dinding-dinding nurani kita. Mulut kita akan selalu basah dengan zikir dan tilawah Al-Quran.
Muka kita akan tertunduk sujud di hadapan kebesaran Ar-Rahman.

Mengingat puasa hanya karena Allah, maka kesadaran keimanan harus selalu dihadirkan dalam hati saat menunaikan ibadah ini. Sebab tanpa kesadaran keimanan serta pemaknaan, puasa yang dijalani tak memiliki nilai apa-apa, kecuali sekedar haus dan lapar.

Bulan suci Ramadan merupakan momentum istimewa untuk mengembangkan kesadaran hati sebagai kesadaran tertinggi. Caranya adalah menjadikan ibadah (salah satunya adalah puasa) sebagai instrumen reformasi-emosional spiritual atau pendakian emosi dan spiritual.
Secara epistemologis keagamaan, pendakian spiritual dalam prosesi ibadah puasa ini dapat dicapai melalui tiga tahapan.

Dalam bukunya yang fenomenal, Al- Ghazali menjelaskan tiga tahapan ibadah puasa sebagai proses pendakian spiritual sebagai berikut : Pertama, puasa orang awam atau orang kebanyakan, yaitu puasa sekedar menahan rasa haus, lapar dan hubungan seksual. Kedua, puasa orang khusus, yang bukan sekedar menahan rasa haus, lapar dan hubungan seksual, tetapi jiga mampu menahan inderanya dari perbuatan dosa. Ketiga, puasa orang super khusus khawas al-khawas, selain sanggup menahan keempat hal di atas, ditambah dengan puasa hati nurani.

Puasa hati nurani atau puasa batiniah ini adalah puasa yang dapat mengendalikan pikiran, hati dan imajinasi kita yang menjauhkan kita dari kehadiran Tuhan. Inilah puncak tertinggi pendakian spiritual untuk mencapai kesadaran tertinggi (SQ-Spiritual Quotient).

Dalam konteks inilah, puasa sejati adalah puasa hati nurani, yang menjadi instrumen penting untuk menyucikan hati kita. Tidak berlebihan, jika orang-orang arif dan bijak sering mengajak kita untuk menyucikan hati karena mata hati punya kemampuan 70 kali lebih besar dalam melihat kebenaran daripada dua indera penglihatan, demikian kata Al-Rumi.

Ramadhan akan melahirkan sosok manusia yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi. Orang yang berpuasa akan mampu menajamkan makna spiritualitasnya saat ia mampu menjadikan ramadhan sebagai wilayah God Spot dengan nuasa Rabbani yang kental.

Apa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual (SQ) itu? Danah Zohar dan Ian Marshal mendefinisikan SQ sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau nilai. Yaitu kecerdasan prilaku dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas dan kaya. SQ adalah kecerdasan untuk melihat bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain. SQ adalah pondasi yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.

Pada bulan Ramadhan, kita diajarkan untuk mengendalikan emosi kita secara matang. Ramadhan mengajarkan kita agar mampu menahan lapar dan haus serta menahan hawa nafsu seksual, yang menurut Al-Ghazali, buku masterpiece-nya Ihya’ Ulumuddun, dianggap puasa kalangan “awam”. Ramadhan mengajarkan sesuatu pada kita bukan hanya soal menahan lapar dan haus serta dorongan nafsu seksual, namun kita juga diajarkan untuk mengendalikan emosi kita.

Tak heran jika Rasulullah sering bersabda, bahwa sekian banyak manusia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya karena dia tidak mampu menahan emosinya. Puasanya dia kotori dengan umpatan dan cacian, dengan kebohongan dan keculasan, dengan adu domba, merendahkan sesama dan ketidakpedulian terhadap mereka yang membutuhkan.

Suatu saat Rasulullah bersabda, “Jika ada seseorang yang mencari dan mengajakmu melakukan pertarungan, katakan padanya saya sedang puasa, saya sedang puasa”. Sabda Rasulullah tersebut mengandung makna bahwa seseorang yang berpuasa selama Ramadhan, hendaknya mampu menaklukkan emosinya, bahkan pada tingkatan ketika dia dicaci maki. Satu pendidikan pengendalian emosi (EQ-Emotional Quotient) yang sangat luar biasa.
Ramadhan akan menciptakan sebuah “ruang hangat” bahwa kita bukan hanya meningkatkan kadar kecerdasan emosional.
Namun, pada saat yang bersamaan kita akan mampu menggenjot kecerdasan spiritual. Kita akan menjadi hamba yang merasa sangat membutuhkan Tuhan. Kita akan merasakan betapa keagungan Tuhan begitu besar. Perpaduan dua kecerdasan inilah yang diharapkan sebagai output Ramadhan.

Kita akan merasakan kekerdilan kita di hadapan kebesaran-Nya. Kita berusaha mengadopsi akhlak-Nya dan meniru sifat-sifat-Nya. Agar kita menjadi demikian peka dan cerdas menyikapi hidup ini dan agar kita dengan jernih mampu memaknai kehidupan ini. Sebuah ladang amal untuk akhirat.

Ramadhan akan menyuguhkan pada kita sikap God-sentristik yaitu kemampuan untuk menjadikan semua urusan berpangkal dan berujung pada Tuhan. Karena Tuhanlah kita melakukan sesuatu dan untuk Tuhanlah kita lakukan sesuatu itu. Dengan sikap ini, akan mampu membingkai pikiran dan kalbu kita dengan keikhlasan serta kita mampu menguburkan rasa pamrih.

Dari jiwa kita akan lahir kerendahan hati dan terkubur rasa takabbur, congkak, dan pongah. Dari diri kita akan lahir rasa syukur dan terkubur sikap kufur. Dari jiwa kita akan lahir optimisme dan akan terkubur pesimisme. Akan lahir sikap adil dan akan terkubur sikap zhalim. Intinya, dengan kecerdasan spiritual yang kita bangun, kita kan menjadi kosmik kecil dari sifat-sifat Allah. SQ ini akan membuat kita senantiasa menyemburatkan nilai-nilai rabbani.

Dengan Ramadhan, kita akan mampu menjernihkan dinding-dinding hati yang kotor dan untuk selanjutnya mampu membersitkan kecedasan spiritual.
Semoga puasa kita tahun ini diterima di sisi-Nya. Wallahualam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar