Selasa, 09 Agustus 2011

Menakar Kebijakan Bupati Purwakarta tentang Pendidikan

            Menurut Plato, kebijakan pendidikan selalu beriringan dengan kebijakan politik sang penguasa. Maka statmen Plato ini menjadi sangat penting karena sangat strategisnya fungsi politik dalam menentukan arah kebijakan pendidikan di suatu negara atau daerah. Tulisan ini sekedar mengingatkan tentang konsepsi dasar apa yang harus dilakukan oleh Bupati baru untuk mendesain kebijakan pendidikan lima tahun kedepan. Tulisan ini mencoba memotret semaksimal mungkin landasan normatif, realitas, dan kesinambungan program pendidikan dari Bupati yang lama. Untuk selanjutnya membuat suatu obat mujarab dan jitu untuk mengobati penyakit di dunia pendidikan.
            Salah satu amanat yang menjadi substansi dan isu sentral dalam UU Sisdiknas yaitu, pemantapan iman dan takwa dalam pendidikan, desentralisasi pendidikan, hancurnya dikotomi sekolah negeri dan swasta, partisipasi masyarakat, serta keharusan anggaran pendidikan daerah sebanyak 20 persen yang berbasis peningkatan mutu. Indahnya landasan normatif itu memberikan peluang kepada Pemerintrah daerah untuk sehebat mungkin mendesain program pendidikan bagi masyarakatnya. Sayangnya, seringkali ada produksi kebijakan yang tidak konsisten untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Namun begitu indahnya landasan tersebut rasanya akan merasa berat jika kita memotret gurita masalah pendidikan  yang ada di Purwakarta, dan bahkan mungkin gelaja umum penyakit pendidikan di semua daerah di Indonesia
            Problema mendasar dari pendidikan ujung-ujungnya adalah ”lemahnya akhlak karimah dan live skill anak-anak bangsa”. Pendidikan merupakan tanggungjawab keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Lemahnya produk tersebut merupakan simbolisasi dari lemahnya empat komponen dasar pendidikan yaitu, pendidikan keluarga, kebijakan negara, pendidikan masyarakat dan pendidikan di sekolah.  Ketika kita menyadari bahwa ambruknya dua kualitas tersebut, maka empat komponen tersebut harus bertanggungjawab terhadapnya buruknya SDM anak-anak bangsa.
            Realitas gurita masalah ”penyakit pendidikan formal kita” antara lain, buruknya sarana dan pra sarana SD/MI, belum lengkapnya sarana pra sarana SMP/MTS dan SMA/MA/SMK, minimnya pembinaan rohani di sekolah, kekurangan tenaga pendidik dan rendahnya kompetensi (penguasaan materi, metode, dan evaluasi)  guru, bongkar  pasang kurikulum dan evaluasi/ujian,  lemahnya manajerial leadershif kepala sekolah,  minimnya anggaran pendidikan, melemahnya partisipasi masyarakat, dan ancaman drop out siswa yang besar akibat hantaman badai ekonomi dan kultur, minimnya anggaran pendidikan, dan mentalitas koruptip di jalur birokrasi pendidikan . Sisi lain para pelajar kita dihantam oleh ”badai tsunami sosial” seperti, budaya hedonisme, pragmatisme, liberalisme, dan konsumenisme, sehingga semakin lengkaplah ”komplikasi penyakit dunia pendidikan kita ”. Belum lagi dibanjiri kebijakan oleh ” sang mesin pembunuh sisitematik ”  pendidikan yaitu, ujian nasional. 
Belum lagi, tidak nyambungnya antara kebutuhan skil dan karakter dunia kerja dengan dunia pendidikan, maka semakin lengkaplah penderitaan nasib anak-anak bangsa di Purwakarta. Kondisi orang tua siswa terus digerogoti oleh kondisi ekonomi yang semakin terpuruk, sehingga daya beli dan pendapatan masyarakat semakin melemah. Kondisi sosial masyarakat yang semakin kurang menopang learning society , misalnya kemiskinan, penngangguran, konflik sosial, kriminalitas, narkoba, tawuran dan free sek. Menjadi faktor utama penopang bagi akselerasi keterpurukaan kualitas siswa-siswi kita. Maka harus ada upaya revolusioner untuk mengembalikan pendidikan ke rel yang sebenarnya.
Bupati baru Purwakarta dihadapkan pada ” komplikasi penyakit ” dunia pendidikan formal.  Mendengar statmen beliau tentang konsepsi pendidikan rasanya saya setuju, dengan pendekatan holistik ferenialis beliau bahwa pendidikan harus membangun akhlak dan mental siswa. Baginya, pendidikan harus benar-benar membangun manusia berkarakter, -katanya -  dan spiritualis.  Sehingga program ngaos Qur’an dan shalat dhuha yang beliau canangkan sebelum masuk belajar formal cukup kita apresiatif. Namun, sebuah kebijakan harus didukung oleh infra sturktur sekolah yang harus menunjang bagi kebijakan tersebut.  Apa yang harus dilakukabn oleh sang Bupati Baru untuk menggulirkan kebijakan pendidikan di anggaran 2009.
Pertama, sang Bupati harus mempunyai komitmen moral dan politik kuat dan tingga serta yang sama dengan legislatif bahwa APBD 2009 harus mengalokasikan anggaran 20 persen bagi pendidikan di luar gaji.
Kedua, melakukan komunikasi yang intensif, dalam, dan tulus dengan seluruh stakeholders pendidikan di semua jenjang pendidikan, untuk menjaring dan mendeteksi masalah dan penyakit serta masukan, kritik, dan saran yang sebenarnya di dunia pendidikan Purwakarta.
Ketiga, melakukanm perencanaan strategis pengembangan kualitas pendidikan untuk lima tahun kedepan. Menggennjot kualitas guru, menggenjot pemerataan akses pendidikan pada daerah-daerah merah pendidikan yang angka drop out tinggi, dengan cara merevitalisasi lembaga MI MTS, dan MA serta sekolah satu atap, serta menggenjot pengendalian mutu / kualitas pendidikan. Bantuan biaya total pendidikan bagi siswa tidak mampu dari mulai jenjang SD/MI sampai SMA/MA/SMK merupakan program utama. Kedua, pembenahan sarana dan SD/MI dan melengkapi pra saran abagi jenjang SMP/MTS dan SMA/SMK/MA. Ketiga, peningkatan kompetensi dan kesejahteran guru berbasis kinerja dan berprestasi serta guru terpencil dan berada di daerah IDT. Pemberlakuan jabatan periodisasi kepala sekolah   di semua jenjang sudah harus diberlakukan. Kampanyekan kepada sekolah supaya melaksanakan program pembinaan agama secara intensif. Dan harus, melakukan kerja sama dengan pabrik-pabrik industri di Purwakarta, sehingga SDM –SDM Purwakarta mengisi semua jaringan industri Purwakarta.
Keempat, kontrol  implementasi program secara efektif  supaya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan anggaran pendidikan., dan penenempatan orang birokrasi pendidikan berbasis ahklak dan managerial. Pembersihan dinas pendidikan dari oknum-oknum birokrat yang menggerogoti anggaran pendidikan.
Bupati yang terpilih adalah Bupati yang mendapat dukungan mayoritas rakyat, itu artinya, masyarakat menaruh harapan dan memberikan amanah tinggi kepada sang Bupati baru ini. Nabi berkata, ciri dari sebuah kehancuran adalah ketika amanah diselewengkan. Maka segeralah amanah ini dilaksanakan untuk membangun kualitas pendidikan Purwakarta yang lebih baik. Jika Bupati menyimpang dari amanahnya, siap-siap saja mendapat do’a dari orang terzalimi atau teraniya, dan do’a yang terzalimi sangat mustajab kata Nabi. Kita tidak ingin terjadi hujanan do’a-do’a kehinaan kepada kita, lakukanlah yang terbaik untuk rakyat. Mereka sedang menunggu janji manis indah waktu kampanye. Bukankah janji itu utang ? Orang yang ingkar janji ciri utama dari orang munapik. Wallahu ’alam bissawab.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar