Menurut Plato, kebijakan pendidikan
selalu beriringan dengan kebijakan politik sang penguasa. Maka statmen Plato
ini menjadi sangat penting karena sangat strategisnya fungsi politik dalam
menentukan arah kebijakan pendidikan di suatu negara atau daerah. Tulisan ini
sekedar mengingatkan tentang konsepsi dasar apa yang harus dilakukan oleh Bupati
baru untuk mendesain kebijakan pendidikan lima tahun kedepan. Tulisan ini
mencoba memotret semaksimal mungkin landasan normatif, realitas, dan
kesinambungan program pendidikan dari Bupati yang lama. Untuk selanjutnya
membuat suatu obat mujarab dan jitu untuk mengobati penyakit di dunia
pendidikan.
Salah satu amanat yang menjadi
substansi dan isu sentral dalam UU Sisdiknas yaitu, pemantapan iman dan takwa
dalam pendidikan, desentralisasi pendidikan, hancurnya dikotomi sekolah negeri
dan swasta, partisipasi masyarakat, serta keharusan anggaran pendidikan daerah
sebanyak 20 persen yang berbasis peningkatan mutu. Indahnya landasan normatif
itu memberikan peluang kepada Pemerintrah daerah untuk sehebat mungkin
mendesain program pendidikan bagi masyarakatnya. Sayangnya, seringkali ada
produksi kebijakan yang tidak konsisten untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Namun begitu indahnya landasan tersebut rasanya akan merasa berat
jika kita memotret gurita masalah pendidikan
yang ada di Purwakarta, dan bahkan mungkin gelaja umum penyakit
pendidikan di semua daerah di Indonesia
Problema mendasar dari pendidikan
ujung-ujungnya adalah ”lemahnya akhlak karimah dan live skill anak-anak
bangsa”. Pendidikan merupakan tanggungjawab keluarga, sekolah, masyarakat dan
negara. Lemahnya produk tersebut merupakan simbolisasi dari lemahnya empat
komponen dasar pendidikan yaitu, pendidikan keluarga, kebijakan negara,
pendidikan masyarakat dan pendidikan di sekolah. Ketika kita menyadari bahwa ambruknya dua
kualitas tersebut, maka empat komponen tersebut harus bertanggungjawab
terhadapnya buruknya SDM anak-anak bangsa.
Realitas gurita masalah ”penyakit
pendidikan formal kita” antara lain, buruknya sarana dan pra sarana SD/MI,
belum lengkapnya sarana pra sarana SMP/MTS dan SMA/MA/SMK, minimnya pembinaan
rohani di sekolah, kekurangan tenaga pendidik dan rendahnya kompetensi (penguasaan
materi, metode, dan evaluasi) guru,
bongkar pasang kurikulum dan evaluasi/ujian, lemahnya manajerial leadershif kepala
sekolah, minimnya anggaran pendidikan,
melemahnya partisipasi masyarakat, dan ancaman drop out siswa yang besar akibat
hantaman badai ekonomi dan kultur, minimnya anggaran pendidikan, dan mentalitas
koruptip di jalur birokrasi pendidikan . Sisi lain para pelajar kita dihantam
oleh ”badai tsunami sosial” seperti, budaya hedonisme, pragmatisme,
liberalisme, dan konsumenisme, sehingga semakin lengkaplah ”komplikasi penyakit
dunia pendidikan kita ”. Belum lagi dibanjiri kebijakan oleh ” sang mesin
pembunuh sisitematik ” pendidikan yaitu,
ujian nasional.
Belum lagi, tidak nyambungnya antara kebutuhan skil dan karakter dunia
kerja dengan dunia pendidikan, maka semakin lengkaplah penderitaan nasib
anak-anak bangsa di Purwakarta. Kondisi orang tua siswa terus digerogoti oleh
kondisi ekonomi yang semakin terpuruk, sehingga daya beli dan pendapatan
masyarakat semakin melemah. Kondisi sosial masyarakat yang semakin kurang
menopang learning society , misalnya
kemiskinan, penngangguran, konflik sosial, kriminalitas, narkoba, tawuran dan
free sek. Menjadi faktor utama penopang bagi akselerasi keterpurukaan kualitas
siswa-siswi kita. Maka harus ada upaya revolusioner untuk mengembalikan
pendidikan ke rel yang sebenarnya.
Bupati baru Purwakarta dihadapkan pada ” komplikasi penyakit ” dunia
pendidikan formal. Mendengar statmen
beliau tentang konsepsi pendidikan rasanya saya setuju, dengan pendekatan
holistik ferenialis beliau bahwa pendidikan harus membangun akhlak dan mental
siswa. Baginya, pendidikan harus benar-benar membangun manusia berkarakter,
-katanya - dan spiritualis. Sehingga program ngaos Qur’an dan shalat dhuha
yang beliau canangkan sebelum masuk belajar formal cukup kita apresiatif.
Namun, sebuah kebijakan harus didukung oleh infra sturktur sekolah yang harus
menunjang bagi kebijakan tersebut. Apa
yang harus dilakukabn oleh sang Bupati Baru untuk menggulirkan kebijakan pendidikan
di anggaran 2009.
Pertama, sang Bupati harus mempunyai komitmen moral dan politik kuat dan
tingga serta yang sama dengan legislatif bahwa APBD 2009 harus mengalokasikan
anggaran 20 persen bagi pendidikan di luar gaji.
Kedua, melakukan komunikasi yang intensif, dalam, dan tulus dengan seluruh
stakeholders pendidikan di semua jenjang pendidikan, untuk menjaring dan
mendeteksi masalah dan penyakit serta masukan, kritik, dan saran yang
sebenarnya di dunia pendidikan Purwakarta.
Ketiga, melakukanm perencanaan strategis pengembangan kualitas pendidikan
untuk lima tahun kedepan. Menggennjot kualitas guru, menggenjot pemerataan
akses pendidikan pada daerah-daerah merah pendidikan yang angka drop out
tinggi, dengan cara merevitalisasi lembaga MI MTS, dan MA serta sekolah satu
atap, serta menggenjot pengendalian mutu / kualitas pendidikan. Bantuan biaya
total pendidikan bagi siswa tidak mampu dari mulai jenjang SD/MI sampai SMA/MA/SMK
merupakan program utama. Kedua, pembenahan sarana dan SD/MI dan melengkapi pra
saran abagi jenjang SMP/MTS dan SMA/SMK/MA. Ketiga, peningkatan kompetensi dan
kesejahteran guru berbasis kinerja dan berprestasi serta guru terpencil dan
berada di daerah IDT. Pemberlakuan jabatan periodisasi kepala sekolah di semua jenjang sudah harus diberlakukan.
Kampanyekan kepada sekolah supaya melaksanakan program pembinaan agama secara
intensif. Dan harus, melakukan kerja sama dengan pabrik-pabrik industri di
Purwakarta, sehingga SDM –SDM Purwakarta mengisi semua jaringan industri
Purwakarta.
Keempat, kontrol implementasi
program secara efektif supaya tidak
terjadi penyimpangan-penyimpangan anggaran pendidikan., dan penenempatan orang
birokrasi pendidikan berbasis ahklak dan managerial. Pembersihan dinas
pendidikan dari oknum-oknum birokrat yang menggerogoti anggaran pendidikan.
Bupati yang terpilih adalah Bupati yang mendapat dukungan mayoritas rakyat,
itu artinya, masyarakat menaruh harapan dan memberikan amanah tinggi kepada
sang Bupati baru ini. Nabi berkata, ciri dari sebuah kehancuran adalah ketika
amanah diselewengkan. Maka segeralah amanah ini dilaksanakan untuk membangun
kualitas pendidikan Purwakarta yang lebih baik. Jika Bupati menyimpang dari
amanahnya, siap-siap saja mendapat do’a dari orang terzalimi atau teraniya, dan
do’a yang terzalimi sangat mustajab kata Nabi. Kita tidak ingin terjadi hujanan
do’a-do’a kehinaan kepada kita, lakukanlah yang terbaik untuk rakyat. Mereka
sedang menunggu janji manis indah waktu kampanye. Bukankah janji itu utang ?
Orang yang ingkar janji ciri utama dari orang munapik. Wallahu ’alam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar